Herbal
Secara umum
pengertian herbal adalah setiap tanaman yang digunakan untuk bahan makanan,
penyedap rasa, obat-obatan, atau parfum dan dalam beberapa kasus digunakan juga
untuk keperluan spiritual.
Penggunaan
umum dari istilah Herbal berbeda antara herbal kuliner dan tanaman obat.
Pada penggunaan
kuliner biasanya herbal dibedakan dengan bumbu. Herbal mengacu pada daun
tanaman (baik segar atau kering), sedangkan bumbu adalah produk dari bagian
lain dari tanaman (biasanya kering), termasuk biji, buah, kulit kayu, akar,
dsb.
Dalam
penggunaan obat, seluruh bagian atau salah satu bagian dari tanaman dianggap sebagai
Herbal, termasuk daun, akar, bunga, biji, resin, kulit akar, kulit bagian dalam
(dan kambium), buah dan kadang-kadang pericarp atau bagian lain dari tanaman.
Istilah Farmasi
yang dipakai untuk menyebut bahan-bahan obat alami adalah Simplisia, Pengertian
Simplisia menurut Farmakope Indonesia Edisi III adalah bahan alam yang
digunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga, kecuali
dinyatakan lain berupa bahan yang telah dikeringkan. Penggolongan Simplisia terbagi
menjadi 3 golongan yaitu : Simplisia nabati, Simplisia hewani dan Simplisia
mineral.
Dalam bidang
kefarmasian ilmu yang mempelajari simplisia dikenal sebagai Farmakognosi.
Farmakognosi
adalah ilmu yang mempelajari obat-obatan yang berasal dari tanaman atau sumber
daya alam lainnya. The American Society of Pharmacognosy mendefinisikan
Farmakognosi sebagai "Penelitian mengenai sifat fisik, kimia, biokimia dan
biologi dari obat, bahan dasar obat atau obat potensial atau bahan dasar obat
yang berasal dari alam serta mencari obat baru dari sumber daya alam.".
Obat Herbal
Menurut Peraturan
kepala badan pengawas obat dan makanan Republik indonesia Nomor 13 tahun 2014 Tentang
Pedoman uji klinik obat herbal :
- Obat Herbal adalah bahan atau ramuan bahan yang berasal dari tumbuhan, hewan, dan mineral, dapat berupa obat herbal tradisional atau obat herbal non tradisional.
- Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.
Menurut Badan
POM, obat tradisional dapat dikelompokan menjadi 3 golongan yaitu :
- Jamu adalah ramuan dari bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Jamu sebagai warisan budaya bangsa harus tetap dilestarikan dengan menjaga mutu dan keamanannya.
- Obat herbal terstandar adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinis, dan bahan bakunya telah terstandarisasi.
- Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah di buktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinis dengan hewan percobaan dan telah melalui uji klinis pada manusia serta bahan baku dan produknya telah terstandarisasi.
Berikut
penjelasan sederhana mengenai Jamu, Obat Herbal dan Fitofarmaka
1. Jamu
Jamu merupakan
ramuan dari bahan alam yang sediannya masih berupa simplisia sederhana, seperti
daun, akar kering atau irisan rimpang. Khasiatnya berdasarkan pengalama
turun-temurun.
Sebagai
contoh, masyarakat telah menggunakan daun tanaman kumis kucing untuk mengatasi susah
buang air kecil selama ratusan tahun. Pembuktian khasiat masih sebatas
pengalaman, selama belum ada penelitian ilmiah yang membuktikan bahwa tanaman
kumis kucing sebagai diuretik. Maka status bahan tersebut adalah jamu. Dan jika
bahan tersebut dikemas dan dipasarkan, produsen dilarang mengklaim tanaman
kumis kucing sebagai obat serta pada kemasan obat harus tertulis
"jamu" dan tertera logo berupa ranting daun berwarna hijau dalam
lingkaran. Di pasaran banyak beredar produksi Jamu seperti Jamu PT Sido Muncul, Jamu Nyonya Meneer, Jamu
Borobudur, Jamu Bintang toejoe, Jamu Air mancur, dll.
2. Herbal Terstandar
Herbal
terstandar adalah sediaan yang berasal dari Jamu yang dinaikan statusnya, dengan
syarat bentuk sediaannya harus sudah berupa bahan baku yang telah terstandarisasi
(contoh : Sediaan Ekstrak) serta telah melewati uji praklinis seperti uji
toksisitas (keamanan), kisaran dosis, farmakodinamik (kemanfaatan) dan
teratogenik (keamanan terhadap janin).
Uji praklinis
meliputi in vivo dan in vitro. in vivo dilakukan terhadap hewan uji seperti
mencit, tikus ratus-ratus galur, kelinci atau hewan uji lain sedangkan in vitro
dilakukan pada sebagian organ yang terisolasi, kultur sel atau mikroba. Uji in
vitro bersifat parsial, artinya diuji hanya pada sebagian organ atau pada cawan
petri. Tujuannya untuk membuktikan klaim sebuah khasiat. Setelah terbukti aman
dan berkhasiat, bahan herbal tersebut berstatus herbal terstandar.
Meski telah
teruji secara praklinis, herbal terstandar belum dapat diklaim sebagai obat.
Namun konsumen dapat mengkonsumsinya karena telah terbukti aman dan berkhasiat.
Hingga saat ini, di Indonesia baru 17 produk herbal terstandar yang beredar di
pasaran. Sebagai contoh Diapet produksi PT Soho Indonesia, Kiranti produksi PT
Ultra Prima Abadi, Psidii produksi PJ Tradimun, Diabmeneer produksi PT Nyonya
Meneer, dll. Kemasan produk Herbal Terstandar harus berlogo jari-jari daun
dalam lingkaran.
3. Fitofarmaka
Fitofarmaka adalah
sediaan obat bahan alam yang berasal dari sediaan herbal terstandar yang
dinaikkan statusnya setelah melalui uji klinis pada manusia. Dosis dari hewan percobaan
dikonversi ke dosis aman bagi manusia. Dan kemudian diujikan terhadap manusia. Dari
hasil uji dapat diketahui kesamaan efek pada hewan percobaan dan manusia. Karena
apabila terbukti ampuh terhadap hewan percobaan, belum tentu ampuh ketika
dicobakan kepada manusia.
Tempat
melakukan uji klinis terdiri atas single center yang dilakukan di laboratorium
penelitian dan multicenter di berbagai
lokasi agar lebih obyektif. Setelah lolos uji fitofarmaka, maka zat tersebut
dapat diklaim sebagai obat. Namun demikian, klaim tidak boleh menyimpang dari
materi uji klinis sebelumnya. Misalnya, ketika uji klinis hanya sebagai antidiare,
produsen dilarang mengklaim produknya sebagai antidiare dan antasida.
Logo produk
fitofarmaka berupa jari-jari daun yang membentuk bintang dalam lingkaran. Saat
ini di Indonesia telah terdapat beberapa sediann fitofarmaka, contoh Nodiar (PT
Kimia Farma), Stimuno (PT Dexa Medica), Rheumaneer PT. Nyonya Meneer),
Tensigard, X-Gra (PT Phapros) dll.
Demikian tiga
kriteria produk bahan alami dan tahapan yang harus dilalui oleh bahan alam tersebut
untuk mendapatkan status tertinggi sebagai obat yaitu fitofarmaka.
No comments:
Post a Comment