Thursday, September 10, 2015

PEMAHAMAN TENTANG OBAT HERBAL



Herbal


Secara umum pengertian herbal adalah setiap tanaman yang digunakan untuk bahan makanan, penyedap rasa, obat-obatan, atau parfum dan dalam beberapa kasus digunakan juga untuk keperluan spiritual.

Penggunaan umum dari istilah Herbal berbeda antara herbal kuliner dan tanaman obat.

Pada penggunaan kuliner biasanya herbal dibedakan dengan bumbu. Herbal mengacu pada daun tanaman (baik segar atau kering), sedangkan bumbu adalah produk dari bagian lain dari tanaman (biasanya kering), termasuk biji, buah, kulit kayu, akar, dsb.

Dalam penggunaan obat, seluruh bagian atau salah satu bagian dari tanaman dianggap sebagai Herbal, termasuk daun, akar, bunga, biji, resin, kulit akar, kulit bagian dalam (dan kambium), buah dan kadang-kadang pericarp atau bagian lain dari tanaman.

Istilah Farmasi yang dipakai untuk menyebut bahan-bahan obat alami adalah Simplisia, Pengertian Simplisia menurut Farmakope Indonesia Edisi III adalah bahan alam yang digunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga, kecuali dinyatakan lain berupa bahan yang telah dikeringkan. Penggolongan Simplisia terbagi menjadi 3 golongan yaitu : Simplisia nabati, Simplisia hewani dan Simplisia mineral.

Dalam bidang kefarmasian ilmu yang mempelajari simplisia dikenal sebagai Farmakognosi.

Farmakognosi adalah ilmu yang mempelajari obat-obatan yang berasal dari tanaman atau sumber daya alam lainnya. The American Society of Pharmacognosy mendefinisikan Farmakognosi sebagai "Penelitian mengenai sifat fisik, kimia, biokimia dan biologi dari obat, bahan dasar obat atau obat potensial atau bahan dasar obat yang berasal dari alam serta mencari obat baru dari sumber daya alam.".


Obat Herbal


Menurut Peraturan kepala badan pengawas obat dan makanan Republik indonesia Nomor 13 tahun 2014 Tentang Pedoman uji klinik obat herbal :


  • Obat Herbal adalah bahan atau ramuan bahan yang berasal dari tumbuhan, hewan, dan mineral, dapat berupa obat herbal tradisional atau obat herbal non tradisional.
  • Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.

Menurut Badan POM, obat tradisional dapat dikelompokan menjadi 3 golongan yaitu :


  • Jamu adalah ramuan dari bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Jamu sebagai warisan budaya bangsa harus tetap dilestarikan dengan menjaga mutu dan keamanannya.
  • Obat herbal terstandar adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinis, dan bahan bakunya telah terstandarisasi.
  • Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah di buktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinis dengan hewan percobaan dan telah melalui uji klinis pada manusia serta bahan baku dan produknya telah terstandarisasi.


Berikut penjelasan sederhana mengenai Jamu, Obat Herbal dan Fitofarmaka

1.   Jamu


Jamu merupakan ramuan dari bahan alam yang sediannya masih berupa simplisia sederhana, seperti daun, akar kering atau irisan rimpang. Khasiatnya berdasarkan pengalama turun-temurun.
Sebagai contoh, masyarakat telah menggunakan daun tanaman kumis kucing untuk mengatasi susah buang air kecil selama ratusan tahun. Pembuktian khasiat masih sebatas pengalaman, selama belum ada penelitian ilmiah yang membuktikan bahwa tanaman kumis kucing sebagai diuretik. Maka status bahan tersebut adalah jamu. Dan jika bahan tersebut dikemas dan dipasarkan, produsen dilarang mengklaim tanaman kumis kucing sebagai obat serta pada kemasan obat harus tertulis "jamu" dan tertera logo berupa ranting daun berwarna hijau dalam lingkaran. Di pasaran banyak beredar produksi Jamu seperti  Jamu PT Sido Muncul, Jamu Nyonya Meneer, Jamu Borobudur, Jamu Bintang toejoe, Jamu Air mancur, dll.

2.   Herbal Terstandar


Herbal terstandar adalah sediaan yang berasal dari Jamu yang dinaikan statusnya, dengan syarat bentuk sediaannya harus sudah berupa bahan baku yang telah terstandarisasi (contoh : Sediaan Ekstrak) serta telah melewati uji praklinis seperti uji toksisitas (keamanan), kisaran dosis, farmakodinamik (kemanfaatan) dan teratogenik (keamanan terhadap janin).
Uji praklinis meliputi in vivo dan in vitro. in vivo dilakukan terhadap hewan uji seperti mencit, tikus ratus-ratus galur, kelinci atau hewan uji lain sedangkan in vitro dilakukan pada sebagian organ yang terisolasi, kultur sel atau mikroba. Uji in vitro bersifat parsial, artinya diuji hanya pada sebagian organ atau pada cawan petri. Tujuannya untuk membuktikan klaim sebuah khasiat. Setelah terbukti aman dan berkhasiat, bahan herbal tersebut berstatus herbal terstandar.
Meski telah teruji secara praklinis, herbal terstandar belum dapat diklaim sebagai obat. Namun konsumen dapat mengkonsumsinya karena telah terbukti aman dan berkhasiat. Hingga saat ini, di Indonesia baru 17 produk herbal terstandar yang beredar di pasaran. Sebagai contoh Diapet produksi PT Soho Indonesia, Kiranti produksi PT Ultra Prima Abadi, Psidii produksi PJ Tradimun, Diabmeneer produksi PT Nyonya Meneer, dll. Kemasan produk Herbal Terstandar harus berlogo jari-jari daun dalam lingkaran.

3.   Fitofarmaka


Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang berasal dari sediaan herbal terstandar yang dinaikkan statusnya setelah melalui uji klinis pada manusia. Dosis dari hewan percobaan dikonversi ke dosis aman bagi manusia. Dan kemudian diujikan terhadap manusia. Dari hasil uji dapat diketahui kesamaan efek pada hewan percobaan dan manusia. Karena apabila terbukti ampuh terhadap hewan percobaan, belum tentu ampuh ketika dicobakan kepada manusia.
Tempat melakukan uji klinis terdiri atas single center yang dilakukan di laboratorium penelitian dan  multicenter di berbagai lokasi agar lebih obyektif. Setelah lolos uji fitofarmaka, maka zat tersebut dapat diklaim sebagai obat. Namun demikian, klaim tidak boleh menyimpang dari materi uji klinis sebelumnya. Misalnya, ketika uji klinis hanya sebagai antidiare, produsen dilarang mengklaim produknya sebagai antidiare dan antasida.
Logo produk fitofarmaka berupa jari-jari daun yang membentuk bintang dalam lingkaran. Saat ini di Indonesia telah terdapat beberapa sediann fitofarmaka, contoh Nodiar (PT Kimia Farma), Stimuno (PT Dexa Medica), Rheumaneer PT. Nyonya Meneer), Tensigard, X-Gra (PT Phapros) dll.

Demikian tiga kriteria produk bahan alami dan tahapan yang harus dilalui oleh bahan alam tersebut untuk mendapatkan status tertinggi sebagai obat yaitu fitofarmaka.

No comments:

Post a Comment